KATA
PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang
Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan karuniaNyalah, tulisan ini dapat terselesaikan
dengan baik, tepat pada waktunya . Adapun tujuan penulisan karya ilmiah ini
adalah untuk memenuhi tugas Bahasa Indonesia 2 .
Dengan membuat tugas ini kami diharapkan mampu
untuk lebih mengenal tentang Perpajakan
. Kami sadar, sebagai seorang mahasiswi
yang masih dalam proses pembelajaran, dalam penulisan ini masih banyak
kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan
saran yang bersifat positif, guna penulisan karya ilmiah yang lebih baik lagi
di masa yang akan datang.
Bekasi
, 28 Oktober 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Ø LATAR BELAKANG
Pajak adalah
iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat
dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut
penguasa berdasarkan norma-norma
hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan
umum.
Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan
negara di Indonesia adalah Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal
yang ada di bawah naungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Ø Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah di dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
·
Definisi
·
Jenis Pajak
·
Undang - undang
Perpajakan Negara
·
Fungsi pajak
·
Syarat pemungutan
pajak
·
Asas pemungutan
·
Asas Pengenaan
Pajak
·
Teori pemungutan
·
Penerimaan Pajak
di Indonesia
Ø Tujuan
Setelah mempelajari
makalah ini diharapkan mahasiswa mampu :
·
Mendefinisikan
tentang pajak
·
Mengetahui
jenis-jenis pajak
·
Mengetahui
perundang-undangan pajak Negara
·
Mengetahui
fungsi pajak
·
Mengetahui
syarat pemungutan pajak
·
Mengetahui
asas pemungutan pajak
·
Mengetahui
pengenaan pajak
·
Mengetahui
teori pemungutan
·
Mengetahui
penerimaan pajak di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
1. DEFINISI
Terdapat
bermacam-macam batasan atau definisi tentang "pajak" yang dikemukakan
oleh para ahli diantaranya adalah :
v Leroy
Beaulieu
Pajak adalah
bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan
publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutup belanja pemerintah
v P.
J. A. Adriani
Pajak adalah
iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang
wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang)
dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang
gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas
negara untuk menyelenggarakan pemerintahan
v Prof.
Dr. H. Rochmat Soemitro SH
Pajak adalah
iuran rakyat
kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi)
yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut:
Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk
membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan
sumber utama untuk membiayai
public investment.
v Sommerfeld
Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R
Pajak adalah
suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat
pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang
ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional,
agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
Pajak
dari perspektif ekonomi
dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman
ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi
berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya
untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan
keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan
kebutuhan masyarakat.
Sementara
pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro merupakan suatu perikatan yang timbul
karena adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara
untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai
kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk
penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa
pajak yang dipungut harus berdsarkan undang-undang sehingga menjamin adanya
kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul
pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak.
Pajak
menurut Pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan
terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara
perpajakan adalah "kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat''
2.
UNSUR PAJAK
Dari
berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak, baik pengertian secara ekonomis
(pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau
pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat
ditarik kesimpulan tentang unsur-unsur yang terdapat pada pengertian pajak,
antara lain sebagai berikut:
- Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan, "pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang."
- Tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraan bermotor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor.
- Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.
- Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.
- Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur / regulatif).
3. JENIS
PAJAK
Di tinjau
dari segi Lembaga Pemungut Pajak
dapat di bagi menjadi dua jenis yaitu:
Pajak Negara
Sering
disebut juga Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat yang
terdiri dari:
Diatur dalam UU No. 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan yang diubah terakhir kali dengan UU Nomor 36 Tahun 2008
Diatur dalam UU No.
8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah yang diubah terakhir kali dengan UU No. 42 Tahun 2009
UU No. 13 Tahun
1985 tentang Bea Materai
UU No. 10 Tahun
1995 jo. UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan
·
Cukai
UU No. 11 Tahun
1995 jo. UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai
Pajak Daerah
Sesuai UU
28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, berikut jenis-jenis Pajak
Daerah:
·
Pajak
Provinsi terdiri dari:
- Pajak Kendaraan Bermotor
- Bea Balik Nama Kendaraan Bermoto
- Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
- Pajak Air Permukaan dan
- Pajak Rokok
·
Jenis
Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas:
a.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982
Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3211, diatur bahwa
pejabat diplomatik dan pejabat perwakilan konsuler dibebaskan dari semua
pungutan dan pajak. - pajak, baik pajak pusat maupun pajak daerah.
b.
Pajak Hotel Setiap restoraunt atau hotel tidak
bisa memaksa perwakilan diplomatik dan konsuler untuk membayar pajak daerah
(PB-1 dari Pajak Restoran)
c.
Pajak Restoran
d.
Pajak Hiburan
e.
Pajak Reklame
f.
Pajak Penerangan Jalan
g.
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
h.
Pajak Parkir
i.
Pajak Air Tanah
j.
Pajak Sarang Burung Walet
k.
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dan
l.
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
4. Undang - undang Perpajakan Negara
1)
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan stdd
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009
2)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan stdd Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
3)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah stdd Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
4)
Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995
tentang Kepabeanan stdd Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006
5)
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995
tentang Cukai stdd Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007
5. FUNGSI PAJAK
Pajak
mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di
dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara
untuk membiayai semua pengeluaran
termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa
fungsi, yaitu:
·
Fungsi
anggaran (budgetair)
Sebagai
sumber pendapatan negara,
pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk
menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara
membutuhkan biaya. Biaya
ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk
pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya.
Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan
pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan
pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan
pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari
sektor pajak.
·
Fungsi
mengatur (regulerend)
Pemerintah
bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur,
pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka
menggiring penanaman modal,
baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas
keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah
menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
·
Fungsi
stabilitas
Dengan
adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang
berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi
dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur
peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif
dan efisien.
·
Fungsi
redistribusi pendapatan
Pajak
yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua
kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat
membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat.
6.
SYARAT PEMUNGUTAN PAJAK
Tidaklah
mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat.
Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu
rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar
tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi
persyaratan yaitu:
·
Pemungutan
pajak harus adil
Seperti
halnya produk hukum
pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan
pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya. Contohnya:
- Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak
- Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak
- Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya pelanggaran
·
Pengaturan
pajak harus berdasarkan UU
Sesuai
dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang bersifat
untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang", ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:
- Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya
- Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum
- Jaminan hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para wajib pajak
·
Pungutan
pajak tidak mengganggu perekonomian
Pemungutan
pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian,
baik kegiatan produksi,
perdagangan,
maupun jasa.
Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat
dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat
kecil dan menengah.
·
Pemungutan
pajak harus efesien
Biaya-biaya yang
dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai
pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh
karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk
dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam
pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.
·
Sistem
pemungutan pajak harus sederhana
Bagaimana
pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem
yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang
harus dibiayai sehingga akan memberikan dapat positif bagi para wajib pajak
untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem
pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak.
Contoh:
- Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif
- Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%
- Pajak perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (pribadi)
7. ASAS
PEMUNGUTAN
Asas pemungutan pajak menurut pendapat para ahli
Untuk dapat
mencapai tujuan dari pemungutan pajak, beberapa ahli yang mengemukakan tentang
asas pemungutan pajak, antara lain:
Adam Smith, pencetus
teori The Four Maxims
o Menurut Adam Smith
dalam bukunya Wealth of Nations
dengan ajaran yang terkenal "The
Four Maxims", asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:
·
Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan
atau asas keadilan): pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai
dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak
diskriminatif terhadap wajib pajak.
·
Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus
berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
·
Asas Convinience
of Payment (asas
pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan): pajak harus dipungut
pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat
wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima
hadiah.
·
Asas Efficiency (asas efisien atau asas ekonomis):
biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya
pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.
o Menurut W.J. Langen, asas pemungutan pajak
adalah sebagai berikut:
·
Asas daya pikul: besar
kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar kecilnya penghasilan wajib
pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi pajak yang dibebankan.
·
Asas manfaat: pajak yang
dipungut oleh negara harus digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat
untuk kepentingan umum.
·
Asas kesejahteraan: pajak yang
dipungut oleh negara digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
·
Asas kesamaan: dalam
kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu dengan yang lain harus dikenakan
pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan sama).
·
Asas beban yang sekecil-kecilnya: pemungutan
pajak diusahakan sekecil-kecilnya (serendah-rendahnya) jika dibandingkan dengan
nilai obyek pajak sehingga tidak memberatkan para wajib pajak.
o Menurut Adolf Wagner, asas pemungutan
pajak adalah sebagai berikut:
·
Asas politik finansial: pajak yang
dipungut negara jumlahnya memadai sehingga dapat membiayai atau mendorong semua
kegiatan negara.
·
Asas ekonomi: penentuan
obyek pajak harus tepat, misalnya: pajak pendapatan, pajak untuk barang-barang
mewah
·
Asas keadilan: pungutan
pajak berlaku secara umum tanpa diskriminasi, untuk kondisi yang sama
diperlakukan sama pula.
·
Asas administrasi: menyangkut
masalah kepastian perpajakan (kapan, dimana harus membayar pajak), keluwesan
penagihan (bagaimana cara membayarnya) dan besarnya biaya pajak.
·
Asas yuridis: segala
pungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang.
8. Asas Pengenaan Pajak
Agar negara dapat mengenakan pajak kepada
warganya atau kepada orang pribadi atau badan lain yang bukan warganya, tetapi
mempunyai keterkaitan dengan negara tersebut, tentu saja harus ada
ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Sebagai contoh di Indonesia, secara tegas
dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak
untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat
menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar
yang akan dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak.
Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai
oleh negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak,
khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang paling sering
digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah:
1.
Asas
domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle): berdasarkan asas ini negara akan
mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk
kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident)
atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan
berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana
penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara
yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan
menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas
penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh
di luar negeri (world-wide income concept).
2.
Asas
sumber: Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu
penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila
penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang
pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara
itu. Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari
orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi
landasan penge¬naan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari
negara itu. Contoh: Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka dari
penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan pajak oleh pemerintah
Indonesia.
3.
Asas
kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas kewarganegaraan (nationality/citizenship principle):
Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status
kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan
asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan
pajak berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak
berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara menggabungkan asas
nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas world wide income.
Terdapat beberapa perbedaan prinsipil antara asas domisili atau
kependudukan dan asas nasionalitas atau kewarganegaraan di satu pihak, dengan
asas sumber di pihak lainnya. Pertama,
pada kedua asas yang disebut pertama, kriteria yang dijadikan landasan
kewenangan negara untuk mengenakan pajak adalah status subjek yang akan
dikenakan pajak, yaitu apakah yang bersangkutan berstatus sebagai penduduk atau
berdomisili (dalam asas domisili) atau berstatus sebagai warga negara (dalam
asas nasionalitas). Di sini, asal muasal penghasilan yang menjadi objek pajak
tidaklah begitu penting. Sementara itu, pada asas sumber, yang menjadi
landasannya adalah status objeknya, yaitu apakah objek yang akan dikenakan
pajak bersumber dari negara itu atau tidak. Status dari orang atau badan yang
memperoleh atau menerima penghasilan tidak begitu penting. Kedua, pada kedua
asas yang disebut pertama, pajak akan dikenakan terhadap penghasilan yang diperoleh
di mana saja (world-wide income), sedangkan pada asas sumber, penghasilan yang
dapat dikenakan pajak hanya terbatas pada penghasilan-penghasilan yang
diperoleh dari sumber-sumber yang ada di negara yang bersangkutan.
Kebanyakan negara, tidak hanya mengadopsi
salah satu asas saja, tetapi mengadopsi lebih dari satu asas, bisa gabungan
asas domisili dengan asas sumber, gabungan asas nasionalitas dengan asas
sumber, bahkan bisa gabungan ketiganya sekaligus.
Indonesia, dari ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1994,
khususnya yang mengatur mengenai subjek pajak dan objek pajak, dapat
disimpulkan bahwa Indonesia menganut asas domisili dan asas sumber sekaligus
dalam sistem perpajakannya. Indonesia juga menganut asas kewarganegaraan yang parsial, yaitu khusus dalam
ketentuan yang mengatur mengenai pengecualian subjek pajak untuk orang pribadi.
Jepang, misalnya untuk individu yang merupakan
penduduk (resident individual) menggunakan asas domisili, di mana berdasarkan
asas ini seorang penduduk Jepang berkewajiban membayar pajak penghasilan atas
keseluruhan penghasilan yang diperolehnya, baik yang diperoleh di Jepang maupun
di luar Jepang. Sementara itu, untuk yang bukan penduduk (non-resident) Jepang,
dan badan-badan usaha luar negeri berkewajiban untuk membayar pajak penghasilan
atas setiap penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber di Jepang.
Australia, untuk semua badan usaha milik negara maupun
swasta yang berkedudukan di Australia, dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang
diperoleh dari seluruh sumber penghasilan. Sementara itu, untuk badan usaha
luar negeri, hanya dikenakan pajak atas penghasilan dari sumber yang ada di
Australia.
9. Teori pemungutan
Menurut R. Santoso
Brotodiharjo SH, dalam bukunya Pengantar
Ilmu Hukum Pajak, ada beberapa teori yang mendasari adanya pemungutan
pajak, yaitu:
- Teori asuransi, menurut teori ini, negara mempunyai tugas untuk melindungi warganya dari segala kepentingannya baik keselamatan jiwanya maupun keselamatan harta bendanya. Untuk perlindungan tersebut diperlukan biaya seperti layaknya dalam perjanjian asuransi diperlukan adanya pembayaran premi. Pembayaran pajak ini dianggap sebagai pembayaran premi kepada negara. Teori ini banyak ditentang karena negara tidak boleh disamakan dengan perusahaan asuransi.
- Teori kepentingan, menurut teori ini, dasar pemungutan pajak adalah adanya kepentingan dari masing-masing warga negara. Termasuk kepentingan dalam perlindungan jiwa dan harta. Semakin tinggi tingkat kepentingan perlindungan, maka semakin tinggi pula pajak yang harus dibayarkan. Teori ini banyak ditentang, karena pada kenyataannya bahwa tingkat kepentingan perlindungan orang miskin lebih tinggi daripada orang kaya. Ada perlindungan jaminan sosial, kesehatan, dan lain-lain. Bahkan orang miskin justru dibebaskan dari beban pajak.
10. Penerimaan Pajak di Indonesia
Penerimaan
pajak tahun 2012 adalah 835,25 Triliun, dibandingkan dengan realisasi Tahun
2011 maka realisasi penerimaan perpajakan tahun 2012 naik sebesar 92,53 Trilyun
atau mengalami pertumbuhan sebesar 12, 47 %. Pertumbuhan ini lebih tinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2012 sebesar
10,87%. Realisasi penerimaan pajak 2012 per jenis pajak :
·
Pajak
Penghasilan (PPh) Rp464,66 triliun
·
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM) Rp336,05 triliun
·
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Rp28,96
triliun
Rencana
penerimaan pajak Tahun 2013 adalah sebesar Rp1.042,32 triliun atau tumbuh
24,79% dibandingkan dengan realisasi penerimaan tahun 2012. Penerimaan tersebut
memberikan kontribusi sebesar 68,14% dari rencana anggaran Pendapatan Negara
Tahun 2013 sebesar Rp1.529,67 triliun.
Pendapatan
pajak itu belum termasuk pendapatan cukai, bea masuk, dan pendapatan pungutan
ekspor.
- Pajak
- Berdasarkan wujudnya, pajak dibedakan menjadi:
- Pajak langsung adalah pajak yang dibebankan secara langsung kepada wajib pajak seperti pajak pendapatan, pajak kekayaan.
- Pajak tidak langsung adalah pajak/pungutan wajib yang harus dibayarkan sebagai sumbangan wajib kepada negara yang secara tidak langsung dikenakan kepada wajib pajak seperti cukai rokok dan sebagainya.
- Berdasarkan jumlah yang harus dibayarkan, pajak dibedakan menjadi:
- Pajak pendapatan adalah pajak yang dikenakan atas pendapatan tahunan dan laba dari usaha seseorang, perseroan terbatas/unit lain.
- Pajak penjualan adalah pajak yang dibayarkan pada waktu terjadinya penjualan barang/jasa yang dikenakan kepada pembeli.
- Pajak badan usaha adalah pajak yang dikenakan kepada badan usaha seperti perusahaan bank dan sebagainya.
- Pajak berdasarkan pungutannya dapat dibedakan menjadi:
- Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak/pungutan yang dikumpulkan oleh pemerintah pusat terhadap tanah dan bangunan kemudian didistrubusiakan kepada daerah otonom sebagai pendapatan daerah sendiri.
- Pajak perseroan adalah pungutan wajib atas laba perseroan/badan usaha lain yang modalnya/bagiannya terbagi atas saham–saham.
- Pajak siluman adalah pungutan secara tidak resmi/pajak gelap dan merupakan sumber korupsi.
- Pajak transit adalah pajak yang dipungut di tempat tertentu yang harus dilalui oleh pengangkutan orang/barang dari suatu tempat ke tempat lain.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dasar
hukum bidang perpajakan Indonesia yang utama adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU Nomor 6 Tahun 1983)
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2000. Sedangkan dasar hukum pembentukan dan pelaksanaan
Pengadilan Pajak adalah Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak (UU Nomor 14 Tahun 2002).
Dalam
ketentuan perpajakan, dikenal dua macam sanksi pajak: sanksi administrasi dan
sanksi pidana. Perbedaan dari kedua sanksi tersebut adalah bahwa sanksi pidana
berakibat pada hukuman badan seperti penjara atau kurungan.