Secara umum hukum mengukur penampakan
etika yang kebetulan selaras-sejalan dengan aturan hukum, misalnya rekayasa
akuntansi untuk keperluan korupsi, terkait pada Kode etik, hukum agama dan
pidana korupsi. Beberapa pelanggaran etik di luar hukum, misalnya hubungan
dengan auditor terdahulu, ukuran papan nama dan iklan, brosur, syarat kantor
dan sarana profesi dan pengungkapan aspek ecolabeling.
Pasal 18 Kode etik tentang larangan
tanda tangan ramalan keuangan harus direkonsiliasi dengan standar atestasi
tentang proyeksi dan prakiraan keuangan, dengan kemungkinan perubahan atau
eliminasi pasal 18 tersebut dalam kongres yang akan datang.
Hukum pidana menduduki tempat utama,
karena masalah integritas, obyektivitas (pasal 2 Kode etik akuntan) dan manfaat
bagi masyarakat luas, pemerintah dan dunia usaha (pasal 3 Kode etik), kemudian
hukum perdata (yaitu pengusaha atau badan usaha, satu persatu). Posisi akuntan
dalam masalah hak dan kewajiban dengan klien, terkait pada hukum administratif
dan Kode etik.terkait erat dengan akuntansi dan keuangan adalah undang-undang
tindak pidana korupsi. Berdasar pasal 170 KUHAP, karena jabatan rohaniawan,
dokter, advokad, notaris dan wartawan itu memberi kemungkinan untuk minta
dibebaskan dari keterangan kesaksian (hak tolak mengungkapkan rahasia jabatan).
Pada pasal 322 KUHP, para profesional dapat dipidana bila membocorkan rahasia
(lihat juga pasal 6 Kode etik akuntan Indonesia).
Sikap berhati-hati tergambar tak
seberapa jelas pada pasal 15, 16, 17, dan 18 dalam Kode etik, perlu dipertegas
dalam kaitan dengan sikap kurang hati-hati yang besar (gross negligence)
menyebabkan kesalahan profesional, akibat tak memenuhi kewajiban yang
dikehendaki profesi kepadanya, dapat dimasukkan dalam perbuatan melawan hukum
dan dapat dipidana.
Pada umumnya semua profesi mempunyai
persamaan pendekatan terhadap masalah yang dihadapi, sebagai berikut :
1.
Menetapkan
fakta atau bukti otentik.
2.
Diaknosa
fakta berdasar disiplin ilmu profesi dan diagnosa yuridis (bersama ahli hukum).
3.
Penentuan
secara hukum (bersama ahli hukum), masalah tersebut.
Penelusuran pasal KUHAP (usulan diskusi 20) yang terkait
baik langsung maupun tak langsung pada profesi akuntan adalah, pasal 224
(dipanggil sebagai saksi ahli menurut UU, tak mau datang), 225 (tak mau
menyerahkan surat palsu atau dipalsukan), 229 (menggunakan gelar akuntan
palsu), 231, 233 (merusak dan menahan bukti pengadilan), 232 (membuka segel),
234 (menahan, merusak surat kofirmasi audit, tidak diposkan), 263, 264, 270,
271, 274 (pemalsuan accounting voucher, bukti transaksi, dokumen), 322
(membocorkan rahasia jabatan), 323 (membocorkan rahasia tempat bekerja yang
lalu), 362 sampai dengan 367 (pencurian, 368 sampai dengan 371 (pemerasan dan
pengancaman), 391 (membantu rekayasa debt instrument dan audit, menipu publik),
392 (mengumumkan laporan keuangan yang tak benar, satu tahu empat bulan).
Dalam hukum dikenal hukum disiplin (tuchtrecht) yang
merupakan bagian hukum pidana, mengatur dan berlaku bagi suatu golongan atau
profesi yang bergerak dalam aktivitas sosial-kemasyarakatan seperti profesi
akuntan yang keputusannya dipatuhi anggota.
Hukum disiplin terbagi dua golongan, yang pertama hirarkis
(militer, pegawai negeri, dll) dan tidak hirarkis (hukum profesi, atau hukum
organisasi profesi) seperti accountant disciplinary law. Pada pokoknya berciri
; sanksi tak keras, moral ditegakkan, educatif, dan mungkin pula mempunyai
fungsi eliminasi (anggota profesi tersebut tak dituntut dalam peradilan pidana
umum).
Pengadilan umum disiplin dapat dilakukan secara terbuka
(anggota lain hadir) atau pintu tertutup, lalu hasilnya diumumkan. Banyak
profesi menggunakan cara kedua, termasuk DPP – IAI karena profesi adalah
jabatan kepercayaan, karena unsur kerahasiaan klien dan kewajiban menyimpan
rahasia.
Etika profesi akuntan yang dapat
dipertanggungjawabkan
Agar etika profesi akuntan dapat dipertanggungjawabkan, maka
seorang akuntan harus menerapkan kode etik yang berjalan, antara lain :
1.
Tanggung
Jawab Profesi
Dalam melaksanakan
tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa
menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang
dilakukannya.
Sebagai profesional,
anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peranan
tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa
profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggung jawab untuk bekerja
sarna dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara
kepercayaan masyarakat, dan menjalankan tanggung-jawab profesi dalam mengatur
dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan
meningkatkan tradisi profesi.
2.
Kepentingan
Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam
kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan
menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan
tanggung-jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peranan yang penting di
masyarakat, di mana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien,
pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan
keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepacla obyektivitas dan integritas
akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib.
Ketergantungan ini menimbulkan tanggung-jawab akuntan terhadap kepentingan
publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan
institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini
menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya
mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
Profesi akuntan dapat tetap berada pada posisi yang penting
ini hanya dengan terus menerus memberikan jasa yang unik ini pada tingkat yang
menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat dipegang teguh. Kepentingan utama
profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa
akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi dan sesuai dengan
persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut.
Dalam mememuhi tanggung-jawab profesionalnya, anggota
mungkin menghadapi tekanan yang saling berbenturan dengan pihak-pihak yang
berkepentingan. Dalam mengatasi benturan ini, anggota harus bertindak dengan
penuh integritar, dengan suatu keyakinan bahwa apabila anggota memenuhi
kewajibannya kepada publik, maka kepentingan penerima jasa terlayani dengan
sebaik-baiknya.
Mereka yang memperoleh pelayanan dari anggota mengharapkan
anggota untuk memenuhi tanggungjawabnya dengan integritas, obyektivitas,
keseksamaan profesional, dan kepentingan untuk melayani publik. Anggota
diharapkan untuk memberikan jasa berkualitas, mengenakan imbalan jasa yang
pantas, serta menawarkan berbagai jasa, semuanya dilakukan dengan tingkat
profesionalisme yang konsisten dengan Prinsip Etika Profesi ini.
Semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan
publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara
terus-menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang
tinggi.
Tanggung-jawab seorang akuntan tidak semata-mata untuk
memenuhi kebutuhan klien individual atau pemberi kerja. Dalam melaksanakan
tugasnya seorang akuntan harus mengikuti standar profesi yang dititik-beratkan
pada kepentingan publik.
3.
Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap
anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi
mungkin.
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari
timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi
kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji
semua keputusan yang diambilnya.
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain,
bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima
jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan
pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan
pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan
prinsip.
Integritas diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil. Dalam
hal tidak terdapat aturan, standar, panduan khusus atau dalam menghadapi
pendapat yang bertentangan, anggota harus menguji keputusan atau perbuatannya
dengan bertanya apakah anggota telah melakukan apa yang seorang berintegritas
akan lakukan dan apakah anggota telah menjaga
integritas dirinya. Integritas mengharuskan anggota untuk menaati baik
bentuk maupun jiwa standar teknis dan etika.
Integritas juga mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip
obyektivitas dan kehati-hatian profesional.
4.
Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari
benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitas
adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota.
Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur
secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan
kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.
Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan
harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam
praktik publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi
manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang
bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan
manajemennya di industri, pendidikan dan pemerintahan. Mereka juga mendidik dan
melatih orang-orang yang ingin masuk ke dalam profesi. Apapun jasa atau
kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
5.
Kompetensi
dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya tkngan
kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk
mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang
diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh matifaat
dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi
dan teknik yang paling mutakhir.
Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk
memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini
mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa
profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, derni kepentingan
pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung-jawab profesi kepada publik.
Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman.
Anggota seyogyanya tidak menggambarkan dirinya mernilki keahlian atau
pengalaman yang tidak mereka punyai. Dalam semua penugasan dan dalam semua
tanggung-jawabnya, setiap anggota harus melakukan upaya untuk mencapai
tingkatan kompetensi yang akan meyakinkan bahwa kualitas jasa yang diberikan
memenuhi tingkatan profesionalisme tinggi seperti disyaratkan oleh Prinsip
Etika.
Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan
pemeliharaan suatu tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan
seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam
hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota
wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih
kompeten. Setiap anggota bertanggung-jawab untuk menentukan kompetensi
masing-masing atau menilai apakah pendidikan, pengalaman dan pertimbangan yang
diperlukan memadai untuk tanggung-jawab yang harus dipenuhinya.
Anggota harus tekun dalam memenuhi tanggung-jawabnya kepada
penerima jasa dan publik. Ketekunan mengandung arti pemenuhan tanggung-jawab
untuk memberikan jasa dengan segera dan berhati-hati, sempurna dan mematuhi standar
teknis dan etika yang berlaku.
Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk
merencanakan dan mengawasi secara seksama setiap kegiatan profesional yang
menjadi tanggung-jawabnya.
6.
Kerahasiaan
Setiap anggota harus, menghormati leerahasiaan informas
iyang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau
mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau
kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya
Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan
informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa
profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah
hubungan antara anggota dan klien atau pemberi kerja berakhir.
Kerahasiaan harus dijaga oleh anggota kecuali jika
persetujuan khusus telah diberikan atau terdapat kewajiban legal atau
profesional untuk mengungkapkan informasi.
Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf di
bawah pengawasannya dan orang-orang yang diminta nasihat dan bantuannya
menghormati prinsip kerahasiaan.
Kerahasiaan tidaklah semata-mata masalah pengungkapan
informasi. Kerahasiaan juga mengharuskan anggota yang memperoleh informasi selama
melakukan jasa profesional tidak menggunakan atau terlihat menggunakan
informasi terse but untuk keuntungan pribadi atau keuntungan pihak ketiga.
Anggota yang mempunyai akses terhadap informasi rahasia ten
tang penerima jasa tidak boleh mengungkapkannya ke publik. Karena itu, anggota
tidak boleh membuat pengungkapan yang tidak disetujui (unauthorized disclosure)
kepada orang lain. Hal ini tidak berlaku untuk pengungkapan informasi dengan
tujuan memenuhi tanggung-jawab anggota berdasarkan standar profesional.
Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi
yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan dan bahwa terdapat panduan
mengenai sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan
di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau
perlu diungkapkan.
7.
Perilaku
Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan
reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan
profesi: Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan
profesi hams dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung-jawabnya kepada
penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan
masyarakat umum.
8.
Standar
Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai
dengan standar teknis dan standar proesional yang relevan. Sesuai dengan
keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan
dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Standar teknis dan standar profesional yang hams ditaati
anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh lkatan Akuntan Indonesia,
International Federation of Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan
yang relevan.
Penyimpangan-penyimpangan yang sering
terjadi pada profesi akuntan
Penyimpangan yang sering terjadi adalah
memanipulasi pembukuan perusahaan dan kebohongan publik yang disebabkan
beberapa faktor antara lain :
1. Kekurangpahaman anggota terhadap
ketentuan-ketentuan yang ada dalam Standar Profesi.
Kekurangpahaman terhadap
ketentuan-ketentuan yang ada dalam Standar Profesi dikarenakan anggota salah
dalam mengintepretasikan ketentuan-ketentuan yang ada dalam Standar Profesi,
atau anggota mempunyai inteprestasi yang berbeda dengan maksud yang sebenarnya.
Sebagai akibatnya apabila anggota
mempunyai inteprestasi yang berbeda akan membuka peluang bagi anggota melakukan
penyimpangan terhadap ketentuan-ketentuan yang ada, karena anggota tidak
memiliki pengetahuan dan keterampilan professional yang memadai.
Penyimpangan yang disebabkan oleh
kekurangpahaman anggota terhadap Kode Etik memberikan kesan bahwa setiap tahun
selalu ada kasus-kasus dengan sengaja melanggar Kode Etik khususnya yang
berkaitan dengan tidak independenya KAP dalam menyajikan fakta-fakta.
Penyimpangan juga terjadi pada saat pergantian auditor, komunikasi antara
akuntan pengganti dengan akuntan terdahulu.
Jumlah temuan kejadian yang terbanyak
pada pendokumentasian bukti audit diantaranya menyangkut tidak dibuatnya
kesimpulan dalam top schedule di Kertas Kerja Audit (KKA), tidak dilakukan
pengujian dan review yang memadai atas suatu transaksi, dan di dalam Kertas
Kerja Audit (KKA) tidak terdapat dokumentasi mengenai beberapa hal yang
diungkap dalam laporan.
Pengungkapan atas laporan keuangan
diantaranya menyangkut pengungkapan yang dinilai tidak memadai atau tidak
lengkap, pengungkapan berdasarkan kebijakan akuntansi yang belum diperbaharui
dan tidak ada dukungan hasil review dan analisis yang berkaitan dengan
ketentuan yang berlaku. Perencanaan audit diantaranya menyangkut pemahaman yang
kurang mengenai karakteristik dan ketentuan yang berkaitan dengan bisnis bank.
2. Lemahnya sistem pengendalian mutu dalam
pengelolaan profesi Akuntan dalam perumusan kebijakan dan prosedurnya maupun
implementasinya.
Menurut Standar Pengendalian Mutu KAP
yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik,
Standar Pengendalian Mutu merupakan perumusan kebijakan dan prosedur
pengendalian yang mencakup: independensi, penugasan personil, konsultasi,
supervisi, pemekerjaan, pengembangan profesional, promosi, dan penerimaan dan
keberlanjutan klien. Setiap KAP wajib mempunyai sistem pengendalian mutu dan
menjelaskan unsur-unsur pengedalian mutu dan hal-hal yang terkait dengan
implementasi secara efektif.
Lemahnya sistem pengendalian mutu KAP
akan membawa pengaruh pada staf yang bekerja pada KAP tersebut. Para staf dalam
memberikan jasa penugasan, tidak mempunyai rumusan kebijakan dan prosedur yang
jelas dan komprehensif. Maka dari itu agar KAP dapat memberikan jasanya dengan
taraf kemampuan profesionalisme yang tinggi, KAP perlu menenetapkan sistem dan
prosedur pengendalian mutu yang dapat menjamin bahwa setiap pemberian jasa
profesi sesuai dengan SPAP.
Sistem pengendalian mutu yang memadai
berarti implementasi sistem pengendalian mutu akuntan publik sudah baik, dari
51 KAP yang dinyatakan sebagai KAP yang mempunyai sistem pengendalian mutu
dengan peringkat memadai sebesar 10 KAP. Sedangkan terdapat 36 KAP yang
mendapat predikat memadai dengan pengecualian. Sistem pengendalian mutu dengan
predikat memadai dengan pengecualian berarti terdapat hal-hal tertentu dalam
sistem pengedalian mutu yang lemah, dimana sistem pengendalian mutu ini
memerlukan penyempurnaan walaupun secara keseluruhan keadaannya dipandang
memadai. Dan KAP yang sistem pengendalian mutunya mendapat predikat tidak
memadai sebanyak 5 KAP.
Sedangkan berdasarkan hasil evaluasi
yang dilakukan oleh BPKP tahun 1994 sampai 1997 ditemukan bahwa kelemahan utama
yang menonjol pada Sistem Pengendalian Mutu (SPM) yaitu meliputi
kekurangpatuhan pada ketentuan-ketentuan mengenai supervisi dan konsultasi.
Ternyata banyak KAP yang belum merumuskan kebijakan dan prosedur mengenai
supervisi dan konsultasi, serta tidak mengkomunikasikan pada stafnya.
3. Penetapan fee yang sangat murah oleh
Akuntan yang tergolong kecil.
Menurut Mulyadi fee audit merupakan fee yang diterima oleh akuntan publik setelah
melaksanakan jasa auditnya, besarnya tergantung pada resiko penugasan,
kompleksitas jasa yang diberikan, tingkat keahlian yang diperlukan untuk
melaksanakan jasa tersebut, struktur biaya KAP yang bersangkutan.
Fee menjadi masalah bagi KAP yang
tergolong kecil, sebagian dari KAP yang tergolong kecil akan tersisih seiring
dengan persaingan yang semakin keras. Untuk mempertahankan keberadaannya
kemungkinan KAP yang tergolong kecil itu menempuh cara-cara yang melanggar
etika termasuk dalam menetapkan fee yang sangat murah.
Kualitas auditor yang tinggi memiliki
tingkat kesalahan yang lebih kecil dibandingkan dengan kualitas auditor yang
rendah. Tetapi apabila menginginkan kualitas audit yang tinggi, dibutuhkan
biaya audit yang tinggi pula. Untuk mengetahui kualitas audit yang tinggi dapat
dilihat dari kompetensi dan independensi pada saat melakukan jasa penugasan.
Dengan fee audit yang murah, KAP yang
tergolong kecil tidak mempunyai fee yang cukup untuk menggaji para stafnya.
Akibatnya para staf KAP dalam melaksanakan jasa penugasan menjadi tidak
kompeten dan tidak independen. Besarnya fee audit dapat mempengaruhi
independensi penampilan akuntan publik karena dengan fee yang kecil dapat
menyebabkan waktu dan biaya untuk melaksanakan prosedur auditnya terbatas. Staf
KAP yang tidak kompeten dan tidak independen berarti staf ini kurang paham akan
ketentuan-ketentuan yang ada dalam standar profesi.
Untuk KAP yang kecil hilangnya 1 klien
dapat mempengaruhi pendapatannya sehinggga memungkinkan akuntan publik menjadi
tidak independen, sedangkan KAP yang besar hilangnya 1 klien tidak mempengaruhi
pendapatannya sehingga independensinya dapat dipertahankan
4. Ketergantungan pada satu jasa penugasan
Ketergantungan pada satu jasa penugasan
adalah KAP yang hanya menyediakan satu jasa penugasan saja dan tidak
menyediakan jasa penugasan lain. Menurut Standar Profesi Akuntan Publik
menyatakan bahwa: “ Dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan,
kebebasan dalam sikap mental harus dipertahankan oleh akuntan publik.”
KAP yang hanya memiliki satu jasa
penugasan memperoleh pendapatan dari klien yang hanya memerlukan jasa penugasan
tersebut. KAP yang hanya menyediakan satu jasa penugasan akan tergantung pada
satu jasa yang disediakannya. Apabila KAP tidak ada klien yang membutuhkan
jasanya, maka KAP tidak memperoleh pendapatan. Hal ini akan membuka peluang
terjadinya penyimpangan, dalam tujuan untuk mempertahankan bisnisnya, KAP akan
menggunakan segala cara untuk mendapatkan klien, termasuk KAP mau menerima
permintaan klien untuk memberikan jasa selain jasa yang disediakan atau
perangkapan pemberian jasa kepada klien. KAP yang memberikan perangkapan jasa
kepada klien menjadi tidak independen, karena akan menimbulkan benturan
kepentingan. Maka dari sangat dianjurkan untuk mendiversifikasi usaha baik
dalam penugasan atestasi maupun non atestasi. Dengan adanya diversifikasi usaha
oleh KAP, akan mengurangi ketergantungannya pada satu jasa penugasan. KAP akan
memperoleh pendapatan tidak hanya dari klien yang memakai satu jasa yang
disediakan, tetapi KAP akan memperoleh pendapatan dari klien yang berbeda, yang
membutuhkan jasa lainnya dengan tetap mempertahankan independensinya.
vera christina;27211256;4EB25
Sumber:
IAI,
1998. Kode Etik Akuntan Indonesia,
Prosiding Kongres VIII IAI
Sony
Keraf. Etika Bisnis : Tuntutan dan Relevansinya, Kanisius, 1998 atau terbaru
Ketut
Rinjin, 2004. Etika Bisnis dan
Implemantasinya, Gramedia Pustaka Utama Jakarta
Kemal
Aziz, S.Kom. 2011. Etika Profesi. Cetakan
3. Pembelajar Presindo. Jakarta