Enron Corporate didirikan pada tahun 1985 yang berbasis di
Houston, Texas, Amerika Serikat. Enron merupakan perusahaan yang didirikan dari
hasil merger antara perusahaan Houston Natural Gas (HNG) dan InterNorth sebuah
perusahaan pemipaan di Nebraska. Enron menjadi pemimpin pasar atas terobosannya
menciptakan transaksi derivatife dalam perdagangan energi, yang diintroduksi
oleh Jeffrey Skilling, di mana Enron membeli gas dari jaringan pemasok dan
menjualnya kepada jaringan konsumen, menjaminkan baik pasokan maupun harga,
kemudian membebankan biaya atas transaksi dengan memperhitungkan resiko-resiko
penjaminan itu. Pada tahun 2000, transaksi derivatif menyumbang hingga 80% bagi
keuntungan perusahaan. Dengan asset US$62,8 miliar, kasus Enron menjadi
kebangkrutan terbesar dalam sejarah Amerika setelah peristiwa Texaco dengan
asset US$35,9 miliar pada tahun 1987.
Reputasi Enron sungguh mentereng pada tahun-tahun mendekati
kebangkrutannya. Perusahaan yang menggurita di bidang listrik, air, gas,
kertas, dan komunikasi ini di tahun 2001, 4 bulan sebelum kebangkrutannya,
meraup keuntungan bersih US$101 miliar. Bahkan, Majalah Fortune pun
mengganjarnya dengan memberikan award “Perusahaan Paling Inovatif”. Sukses
Enron bertambah lengkap manakala menilik awal mula berdirinya Enron yang hanya
dibangun oleh anak petani miskin bernama Kenneth Lay, yang pada awal mulanya
hanyalah perusahaan kampungan menjadi monopolis gas alam dan listrik dalam
waktu kurang dari dua puluh tahun.
Menjelang kebangkrutannya karena pegawai-pegawainya ini
yakin akan performa Enron maka mereka mengalihkan tabungan pensiun mereka untuk
membeli saham Enron. Sebuah keputusan yang kelak mereka sesali karena
belakangan diketahui Enron mengalami kebangkrutan dan mengakibatkan saham Enron
tak lebih berharga dari sebatang coklat murah. Punahnya Enron meninggalkan
kerugian miliaran dolar bagi investor. Sertifikat saham mereka tak lagi punya
nilai, mungkin hanya layak dipajang dalam pigura untuk mengenang salah satu
skandal keuangan terbesar di awal abad ini.
Mereka tertipu karena terbuai oleh cantiknya laporan
Keuangan Enron saat itu. Terbuai? Tentu saja karena saat itu yang
mengaudit laporan keuangan Enron adalah salah satu The Big Five Kantor Akuntan Publik di Amerika. Kantor
Akuntan Publik itu bernama Arthur Andersen.
Tidak ada yang curiga bahwa mereka bersekongkol untuk
mempercantik laporan keuangan, dalam dunia akuntansi dikenal window dressing yaitu memanipulasi
angka-angka laporan keuangan agar kinerjanya tampak kinclong secara tidak sah. Mereka
menyembunyikan utang pada pihak ketiga sebanyak US$3,9 miliar. Bagi perusahaan
publik, dimana setiap pemegang saham punya hak mengetahui segala aktivitas
perusahaan yang memiliki risiko, hal ini tentulah sebuah kejahatan.
Skandal Enron tak bisa dipungkiri merupakan kejahatan
ekonomi multidimensi, segelintir penguasa informasi telah menipu banyak pihak
yang sangat awam tentang seluk-beluk transaksi keuangan perusahaan. Mereka
terdiri dari para CEO, akuntan, auditor, pengacara, banker, dan analis keuangan
yang telah mengkhianati tugas mulianya sebagai penjaga kepentingan public yang
tak berdosa.
Meskipun bangkrutnya sebuah usaha menjadi tanggung jawab
banyak pihak, dalam kedudukannya sebagai auditor, tanggung jawab Arthur
Andersen dalam kasus Enron sangatlah besar. Berbeda dengan profesi lainnya,
auditor independen bertanggung jawab memberikan assurance services. Sementara
manajemen, dibantu pengacara, penasihat keuangan, dan konsultan, menyajiakn
informasi keuangan, akuntan public bertugas menilai apakah informasi keuangan
itu dapat dipercaya atau tidak. Laku tidaknya informasi tentang kinerja suatu
perusahaan sangat bergantung pada hasil penilaian akuntan public itu. Kata
“publik” yang menyertai akuntan menunjukkan bahwa otoritasnya diberikan oleh
publik dank arena itu tanggung jawabnya pun kepada publik (guarding publik
interest). Kalau saja auditor Enron bekerja dengan penuh kehati-hatian (dual professional care), niscaya
manipulasi yang dilakukan manajemen dapat dibongkar sejak dulu dan kerugian
yang lebih besar dapat dicegah lebih dini. Buktinya, Watskin dengan mudah dapat
menemukan manipulasi itu.
Sebaliknya, hilangnya obyektivitas dan independensi dapat
membuat penglihatan auditor menjadi kabur. Penyimpangan (irregularities) dan kecurangan (fraud) akan dianggap sebagai kelaziman. Kegagalan untuk
bersikap obyektif dan independensi sama artinya dengan hilangnya eksistensi
profesi. Membenarkan, bahkan menutupi, perilaku manajemen yang manipulative
jelas-jelas merupakan pengkhiantan terhadap tugas “suci” profesi akuntan
publik. Karena itu, sangat wajar jika, dalam kasus Enron, auditor paling
dipersalahkan karena telah gagal melindungi kepentingan publik –sang pemberi
otoritas.
Dari kasus ini banyak terjadi perilaku tidak etis. Perilaku
tidak etis paling mengemuka disini adalah adanya manipulasi laporan keuangan
untuk menunjukkan seolah-olah kinerja perusahaan baik. Andersen telah
menciderai kepercayaan dari pihak stock
holder untuk memberikan suatu informasi yang adil mengenai
pertanggungjawaban dari pihak agen dalam mengemban amanah. Hal tersebut akan
dapat dihindari melalui peningkatan moral, akhlak, etika, perilaku, dsb. Karena
tindakan yang bermoral akan memberikan implikasi terhadap kepercayaan publik.
Dalam kasus Andersen diketahui terjadinya perilaku moral hazard diantaranya manipulasi
laporan keuangan dengan mencatat keuntungan padahal perusahaan mengalami
kerugian. Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar saham
tetap diminati investor. Ini merupakan salah satu contoh kasus pelanggaran
etika profesi Auditor yang terjadi di Amerika Serikat, sebuah Negara yang
memiliki perangkat undang-undang bisnis dan pasar modal yang lebih lengkap. Hal
ini terjadi akibat keegoisan satu pihak terhadap pihak lain. Pihak-pihak yang
selama ini diuntungkan atas penipuan laporan keuangan terhadap pihak yang telah
tertipu. Hal ini buah dari ketidak jujuran, kebohongan atau dari praktik bisnis
yang tidak etis yang berakibat hutang dan sebuah kehancuran yang menyisakan
penderitaan bagi banyak pihak. Yang harus menjadi sebuah pelajaran bahwa
sesungguhnya suatu praktik atau perilaku yang dilandasi dengan ketidakbaikan
maka akhirnya akan menuai ketidakbaikan pula termasuk kerugian bagi banyak
pihak.
Sumber:
http://uwiiii.wordpress.com/2009/11/14/kasus-enron-dan-kap-arthur-andersen/
nama : vera christina
npm : 27211256
kelas : 4eb25
nama : vera christina
npm : 27211256
kelas : 4eb25
Tidak ada komentar:
Posting Komentar